3.
WALI DAN SAKSI
Wali dan saksi
dalam pernikahan merupakan dua hal yang sangat menentukan sah atau tidaknya
pernikahan. Keduanya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Rasulullah SAW
bersabda :
عَنْ
عَائِشَةَ ر.ض قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلم. أَيُّمَ امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيَّهَا فَنِكَاحُهَا
بَاطِلُ, فَاِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا
فَاِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيٌّ مَنْ لاَ وَلِيًّ بِهَا
“Dari ‘Aisyah ra. ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, siapapun
perempuan yang menikah dengan tidak seijin walinya maka batallah pernikahannya,
dan jika ia telah disetubuhi, maka bagi
perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya
kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran antara wali-wali, maka sultanlah
yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali.” (HR. Imam yang empat kecuali
Nasa’i)
Wali Nikah
a.
Pengertian Wali
Seluruh madzab
sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan akad
nikah dengan pengantin laki-laki yang menjadi pilihan wanita tersebut.
b.
Kedudukan Wali
Sabda
Rasulullah SAW :
لاَتُزَوَّجُ
الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوَّجِ الْمَرْأةُ نَفْسَهَا رواه ابن ماجة و
الدرقطنى
“Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lain, dan jangan pula ia
menikahkan dirinya sendiri (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)
Senada dengan riwayat di atas, dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ مُرْشِدٍ
Artinya : “Tidaklah sah pernikahan kecuali dengan
wali yang dewasa”.
c.
Syarat-syarat
wali :
1)
Merdeka
(mempunyai kekuasaan)
2)
Berakal
3)
Baligh
4)
Islam
Bapak atau kakek calon pengantin wanita
yang dibolehkan menikahkannya tanpa diharuskan meminta izin terlebih dahulu
padanya haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
1)
Tidak ada
permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
2) Sekufu’ antara
perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami itu mampu
membayar mas kawin
4) Calon suami tidak
cacat yang membahayakan pergaulan dengan calon pengantin wanita seperti buta
dan yang semisalnya
d.
Macam tingkatan
wali
Wali nikah terbagi menjadi dua macam
yaitu wali nashab dan wali hakim. Wali
nashab adalah wali dari pihak kerabat. Sedangkan wali hakim adalah pejabat yang
diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu
dan dengan sebab tertentu.
Berikut urutan wali nasab, dari yang paling
kuat memiliki hak perwalian hingga yang paling lemah.
1)
Ayah
2)
Kakek dari
pihak bapak terus ke atas
3)
Saudara
laki-laki kandung
4)
Saudara
laki-laki sebapak
5) Anak laki-laki saudara
laki-laki kandung
6) Anak laki-laki saudara
laki-laki sebapak
7)
Paman
(saudara bapak) sekandung
8)
Paman
(saudara bapak) sebapak
9) Anak laki-laki dan
paman kandung
10) Anak laki-laki dari
paman laki-laki
11)
Hakim
d.1. Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang
sudah baligh, berakal, dengan tiada meminta ijin terlebih dahulu kepadanya.
Hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.
d.2. Wali Hakim
Yang dimaksud dengan wali hakim adalah
kepala negara yang beragama islam. Dalam konteks keindonesiaan tanggung jawab
ini dikuasakan kepada menteri agama yang selanjutnya dikuasakan kepada para
pegawai pencatat nikah. Simpulannya, yang bertindak sebagai wali hakim di
Indonesia adalah para pegawai pencatat nikah.
Rasulullah bersabda:
السُّلْطَانُ
وَلِيٌّ مَنْ لاَ وَلِيًّ لَهُ
“Seorang
sulthon (hakim/penguasa) adalah wali bagi yang tidak mempunyai wali (H.R.
asy-Syafi’I, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan selain mereka dari hadits yang
diriwayatkan sayyidah ‘Asyah r.a.)
Sebab-sebab perempuan berwali hakim yaitu
1)
Tida ada
wali nashab
2)
Yang lebih
dekat tidak mencukupi syarat sebagai wali dan wali yang lebih jauh tidak ada
3)
Wali yang
lebih dekat ghaib (tidak berada di tempat/berada jauh di luar wilayahnya)
sejauh perjalanan safar yang membolehkan seseorang mengqashar shalatnya
4)
Wali yang
lebih dekat sedang melakukan ihram / ibadah haji
5)
Wali yang
lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai
6) Wali yang lebih dekat
tidak mau menikahkan (adhol)
7) Wali yang lebih dekat secara
sembunyi-sembunyi tidak mau menikahkan (tawari)
8) Wali yang lebih dekat
mufqud hilang, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula hidup dan
matinya (mafqud)
d.3. Wali adhal
Wali
adhol adalah wali yang tidak mau menikahkan anaknya/cucunya, karena calon suami
yang akan menikahi anak/cucunya tersebut tidak sesuai dengan kehendaknya. Padahal calon suami dan anaknya/cucunya sekufu.
Dalam keadaan
semisal ini secara otomatis perwalian pindah kepada wali hakim. Karena
menghalangi-halangi nikah dalam kondisi tersebut merupakan praktik adhol yang
jelas merugikan calon pasangan suami istri, dan yang dapat menghilangkan
kedzaliman adalah hakim. Rasulullah bersabda:
السُّلْطَانُ
وَلِيٌّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ (رواه الشافعى و أبو داود و ابن حبان و غيرهم من
حديث عائشة)
Artinya: Sulthon (hakim) adlah wali bagi
seseorang yang tidak mempunyai wali (H.R. asy-Syafi’i, Abu Dawud, Ibnu Hibban,
dan selain mereka dari hadits ‘Asiyah)
Apabila adhalnya sampai tiga kali, maka
perwaliannya pindah pada wali ab’ad bukan wali hakim. Kalau adhalnya karena
sebab yang logis menurut hukum Islam,
maka apa yang dilakukan wali dibolehkan. Semisal dalam beberapa keadaan
berikut:
1) Calon pengantin wanita
(anaknya/cucunya) akan menikah dengan laki-laki yang tidak sekufu
2)
Mahar calon
pengantin wanita di bawah mahar mitsli
3)
Calon
pengantian wanita dipinang oleh laki-laki lain yang lebih pantas untuknya
Saksi Nikah
a.
Kedudukan
saksi
Kedudukan saksi dalam pernikahan yaitu :
1. Untuk menghilangkan
fitnah atau kecuriagaan orang lain terkait hubungan pasangan suami istri.
2. Untuk lebih menguatkan
janji suci pasangan suami istri. Karena seorang saksi
benar-benar menyaksikan akad nikah pasangan suami istri dan janji mereka
untuk saling menopang kehidupan rumah tangga atas dasar maslahat bersama.
Seperti halnya wali, saksi juga salah satu rukun dalam pernikahan. Tidak sah suatu pernikahan yang dilaksanakan tanpa saksi.
b.
Jumlah dan
sayarat saksi
Saksi dalam pernikahan disyaratkan dua orang
laki-laki. Selanjutnya ada dua pendapat tentang saksi laki-laki dan perempuan.
Pendapat pertama mengatakan bahwa pernikahan yang disaksikan seorang laki-laki
dan dua orang perempuan syah. Sedangkan pendapat kedua mengatakan tidak syah. Pendapat
pertama yang menegaskan bahwa pernikahan yang disaksikan seorang laki-laki dan
dua orang perempuan syah bersandar pada firman Allah ta’ala:
“Angkatlah dua orang saksi laki-laki diantara
kamu jika tidak ada angkatlah satu orang laki-laki dan dua orang perempuan yang
kamu setujui .. (QS. Al Baqarah : 282)
pendapat pertama ini diusung oleh kalangan ulama pengikut madzhab
imam Abu hanifah (hanafiyyah).
c.
Syarat-sayart saksi dalam pernikahan
1)
Laki-laki
2)
Beragam Islam
3)
Baligh
4)
Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad
5)
Bisa berbicara, melihat, berakal
6)
Adil
Sabda Rasulullah
لاَ نِكَاحَ اِلاَّ
بَوَالِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ (رواه احمد)
“Sahnya suatu pernikahan hanya dengan wali
dan dua orang saksi yang adil”.(H.R. Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar