Kamis, 31 Mei 2018

pernikahan dalam Islam



PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. PENGERTIAN DAN HUKUM NIKAH

  1. Pengertian Nikah
Kata Nikah(نِكَاحٌ)   atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan (زَوَاجٌ). Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahramnya hingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya, dengan menggunakan lafadz inkah atau tazwij atau terjemahannya.
Dalam pengertian yang luas, pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin yang dilaksanakan menurut syariat Islam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga guna mendapatkan keturunan.


b. Hukum Pernikahan

Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan syari’at Islam, demi terwujudnya kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 3:
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النّسَاءِ مَثْنَى  وَ ثُلَاثَ وَ رُبَاعُ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً
 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa: 3)

Rasulullah bersabda :
عَنْ اَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُ : اَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَمِدَ اللهُ وَاَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ : لَكِنِّى اَنَا اُصَلِّى وَاَنَامُ وَاَصُوْمُ وَاُفْطِرُ وَاَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ, فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَتِى فَلَيْسَ مِنِّى
Artinya :“Dari Anas bin Malik ra. bahwasanya  Nabi SAW memunji Allah dan menyanjungnya, beliau bersabda : “Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini perampuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku (Bukhari Muslim)
Jumhur ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima yaitu :
1. Mubah
Hukum asal pernikahan adalah mubah. Hukum ini berlaku bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan nikah atau mengharamkannya.
2. Sunnah.
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memiliki bekal untuk hidup berkeluarga, mampu secara jasmani dan rohani untuk menyongsong kehidupan berumah tangga dan dirinya tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan atau muqaddimahnya (hubungan lawan jenis dalam bentuk apapun yang tidak sampai pada praktik perzinaan). Sabda Rasulullah :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ  فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah,. Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Bukhari dan muslim)
3. Wajib
Hukum ini berlaku bagi siapapun yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, memiliki bekal untuk menafkahi istri, dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam pebuatan keji zina jika hasrat kuatnya untuk menikah tak diwujudkan.
4. Makruh
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk menafkahi keluarganya, walaupun dirinya telah siap secara fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga, dan ia tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan hingga datang waktu yang paling tepat untuknya.
Untuk seseorang yang mana nikah menjadi makruh untuknya, disarankan memperbanyak puasa guna meredam gejolak syahwatnya. Dan kala dirinya telah memiliki bekal untuk menafkahi keluarga, ia diperintahkan untuk bersegera menikah.
5. Haram
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan tujuan menyakiti istrinya, mempermainkannya serta memeras hartanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar