3.
Prinsip Kafaah
Dalam Pernikahan
a.
Pengertian kafaah
Kafaah atau kufu artinya kesamaan, kecocokan dan kesetaraan. Dalam konteks
pernikahan berarti adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon
isteri dari segi (keturunan), status sosial (jabatan, pangkat) agama (akhlak)
dan harta kekayaan.
b.
Hukum Kafaah
Kafaah adalah hak perempuan dari walinya. Jika seseorang perempuan
rela menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sekufu, tetapi walinya tidak
rela maka walinya berhak mengajukan gugatan fasakh (batal). Demikian pula
sebaliknya, apabila gadis shalihah dinikahkan oleh walinya dengan laki-laki
yang tidak sekufu dengannya, ia berhak mengajukan gugatan fasakh. Kafaah adalah
hak bagi seseorang. Karena itu jika yang
berhak rela tanpa adanya kafaah, pernikahan dapat diteruskan.
Beberapa pendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan dalam
kafaah, yaitu:
1)
Sebagian ulama mengutamakan bahwa kafaah itu diukur dengan nasab
(keturunan), kemerdekaan, ketataan, agama, pangkat pekerjaan/profesi dan kekayaan
2)
Pendapat lain mengatakan bahwa kafaah itu diukur dengan ketataan
menjalankan agama. Laki-laki yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu
dengan perempuan yang patuh menjalankan agamanya. Laki-laki yang akhlaknya
buruk tidak sekufu dengan perempuan yang akhlaknya mulia.
a. Kufu ditinjau dari segi agama. Firman Allah
SWT :
“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman,
dan sungguh budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita-wanita musyrik,
sekali pun ia sangat menggiurkanmu. Dan janganlah kamu menikahkan
(wanita-wanita mukmin kamu) dengan pria musyrik sehingga mereka beriman.
Sungguh budak laki-laki yang mukmin itu lebih baik daripada laki-laki musyrik
walaupun menggiurkanmu. (QS. Al Baqarah 221)
Ayat di atas menjelaskan tentang tinjauan sekufu dari segi agama. Yang
menjadi standar disini adalah keimanan. Ketika seorang yang beriman menikah
dengan orang yang tidak beriman, maka pernikahan keduanya tidak dianggap
sekufu.
b.
Kufu’
dilihat dari segi iffah
Maksud dari ‘iffah adalah terpelihara dari segala sesuatu yang
diharamkan dalam pergaulan. Maka, tidak dianggap sekufu ketika orang yang baik
dan mulia menikah dengan seorang pelacur, walaupun mereka berdua seagama. Allah
SWT berfirman :
“Laki-laki yang berzina tidak boleh menikahi dengan siapapun,
kecuali dengan wanita yang berzina atau wanita musyrik, dan wanita yang berzina
siapapun tidak boleh menikahinya, kecuali laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik. Dan demikian yang diharamkan atas orang-orang yang beriman”. (QS. An
Nur : 3)
4.
Syarat dan
Rukun Nikah
a.
Pengertian
Rukun nikah
adalah unsur pokok yang harus dipenuhi, hingga pernikahan menjadi syah
b.
Syarat dan Rukun nikah
Adapun syarat
dan rukun nikah ada 5. Berikut penjelasan singkatnya:
1)
Calon suami, syaratnya :
a). Beragama Islam
b). Ia
benar-benar seorang laki-laki
c).
Menikah bukan karena dasar paksaan
d). Tidak beristri empat. Jika
seorang laki-laki mencerai salah satu dari keempat istrinya, selama istri yang
tercerai masih dalam masa ’iddah, maka ia masih dianggap istrinya. Dalam
keadaan semisal ini, laki-laki tersebut tidak boleh menikah dengan wanita lain.
e). Mengetahui bahwa calon istri
bukanlah wanita yang haram ia nikahi
f). calon istri bukanlah wanita yang haram dimadu dengan istrinya, seperti
menikahi saudara perempuan kandung istrinya (ini berlaku bagi seorang laki-laki
yang akan melakukan poligami)
g). Tidak sedang berihram haji atau umrah
2)
Calon isteri, syaratnya :
a). Beragama islam
b).
Benar-benar seorang perempuan
c). Mendapat
izin menikah dari walinya
d). Bukan
sebagai istri orang lain
e). Bukan
sebagai mu’taddah (wanita yang sedang dalam masa ‘iddah)
e). Tidak
memiliki hubungan mahram dengan calon suaminya
f). Bukan
sebagai wanita yang pernah dili’an calon suaminya (dilaknat suaminya karena
tertuduh zina)
g). Atas kemauan sendiri
h). Tidak
sedang ihram haji atau umrah
3)
Wali, syaratnya :
a). Laki-laki
b). Beragama Islam
c). Baligh (dewasa)
d). Berakal
e). Merdeka (bukan berstatus sebagai hamba
sahaya)
f). Adil
g). Tidak sedang ihram haji atu umrah
4)
Dua orang saksi, syaratnya :
a). Dua orang laki-laki
b). Beragama islam
c). Dewasa/baligh, berakal, merdeka dan adil
d). Melihat dan mendengar
e). Memahami bahasa yang digunkan dalam akad
f). Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau
umrah
g). Hadir dalam ijab qabul
5)
Ijab qabul, syaratnya :
a). Menggunakan kata yang bermakna menikah
(النِّكَاحُ)atau
mengawinkan (التَّزْوِيْجُ), baik bahasa Arab, bahasa Indonesia, atau bahasa daerah sang
pengantin.
b). Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin
laki-laki dan wali pengantin perempuan).
c). Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi
perkataan atau perbuatan lain.
d). Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak
dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun
e). Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar