Kamis, 31 Mei 2018

tujuan ilmu mawaris



  1. Tujuan Ilmu Mawaris

Tujuan ilmu mawaris dapat dirangkum dalam beberapa poin di bawah ini
  • 1) Memberikan pembelajaran bagi kaum muslimin agar bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat Islam yang terkait dengan pembagian harta waris.
  • 2) Menyodorkan solusi terbaik terhadap berbagai permasalahan seputar pembagian harta waris yang sesuai dengan aturan Allah ta’ala.
  • 3)  Menyelamatkan harta benda si mayit hingga tidak diambil orang-orang dzalim yang tidak berhak menerimanya.
  1. Sumber hukum ilmu mawaris
Sumber hukum ilmu mawaris adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Berikut beberapa teks al-Qur’an yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian harta waris.
ü  Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 7:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An Nisa : 7)
ü  Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 11-12:
 Artinya:”Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”( Q.S.An-Nisa’/4 : 11-12 )
Adapun beberapa teks hadits yang terkait dengan pembahasan warisan adalah:
ü Sabda Rasulullah Saw:
تعلموا الفرائض و علموها فإنها نصف العلم وهو ينسى وهو أول علم ينتزع من أمتي
Artinya:”Belajarlan ilmu faraidh (warisan) dan ajarkanlah ilmu tersebut. Karena sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan, dan ia merupakan ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Daruquthni)

ü Sabda Rasulullah Saw:
تعلموا الفرائض فإنه من دينكم و إنه نصف العلم و إنه أول علم ينزع من أمتي
Artinya:”Belajarlah ilmu faraidh (warisan) karena sesungguhnya ia merupakan bagian agama kalian. Dan sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu. Dan sesungguhnya ia merupakan ilmu yang akan dicabut pertama kali dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar