- Kedudukan ilmu mawaris
Ilmu
mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Ia menjadi solusi
efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian harta waris. Kala ilmu
mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam akan terselesaikan secara
baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara proporsional. Mereka tak
akan didzalimi ataupun mendzalimi. Karena semuanya sudah disandarkan pada
aturan Allah ta’ala.
Selain
apa yang terpaparkan di atas, keagungan ilmu mawaris juga dapat kita rasakan
kala mengamati ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan persoalan waris. Allah
menerangkan tekhnis pembagian harta waris secara gamblang dan terperinci dalam
beberapa ayat-Nya. Ini merupakan indikator yang menegaskan bahwa persoalan
warisan merupakan persoalan agung dan sangat penting.
Pada
beberapa hadits yang telah kita sebutkan sebelumnya, Rasulullah juga
mengingatkan umatnya untuk tidak melupakan ilmu mawaris, karena ia merupakan
bagian penting dalam agama.
- Sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan
Dalam
kajian fiqh Islam hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan ada 4
yaitu:
1)
Sebab nasab (hubungan keluarga)
Nasab
yang dimaksud disini adalah nasab hakiki. Artinya hubungan darah atau hubungan
kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (ushul), garis keturunan
(furu’), maupun
hubungan
kekerabatan garis menyimpang (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan.
Misalnya
seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapaknya dan sebaliknya, atau seseorang
akan memperoleh harta warisan dari saudaranya, dll. Sebagaimana firman Allah
SWT. :
Artinya:“Bagi orang
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
(QS. An Nisa : 7)
2)
Sebab pernikahan yang sah
Yang
dimaksud dengan pernikahan yang syah adalah berkumpulnya suami istri dalam
ikatan pernikahan yang syah. Dari keduanya inilah muncul istilah-istilah baru
dalam ilmu mawaris, seperti: dzawil furudh, ashobah, dan furudh muqaddzarah.
Allah Swt berfirman:
و
لكم نصف ما ترك أزواجكم إن لم يكن لهن ولد
Artinya:
“Dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isteri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak” (QS. An Nisa : 12)
3)
Sebab wala’ (الولاء) atau sebab jalan memerdekakan budak.
Seseorang
yang memerdekakan hamba sahaya, berhak mendapatkan warisan dari hamba sahaya
tersebut kala ia meninggal dunia. Diantara teks hadits yang menjelaskan hal ini
adalah:
ü إنما الولاء لمن أعتق
Artinya:”Sesungguhnya wala’ itu teruntuk
orang yang memerdekakan.”
ü الولاء لحمة كلحمة النسب
Artinya:”Wala’
itu sebagai keluarga seperti keluarga karena nasab.”
Kedua hadits di atas
menjelaskan bahwa wala atau memerdekakan budak bisa menjadi sebab seseorang
mendapatkan warisan.
4)
Sebab kesamaan agama (اتحاد
الدين)
Ketika
seorang muslim meninggal sedangkan ia tidak memiliki ahli waris, baik ahli
waris karena sebab nasab, nikah, ataupun wala (memerdekakan budak) maka harta
warisannya dipasrahkan kepada baitul mal untuk maslahat umat Islam. Hal
tersebut disandarkan pada sabda Rasulullah Saw:
أنا وارث من لا وارث
له
Artinya:”Aku
adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (H.R. Ahmad dan
Abu Dawud)
Maksud hadits di atas, Rasulullah
menjadi perantara penerima harta waris dari siapapun yang meninggal sedangkan
ia tidak mempunyai ahli waris, kemudian Rasulullah gunakan harta waris tersebut
untuk maslahat kalangan muslimin.
- Hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta waris
Dalam
kajian ilmu faraidh, hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta
warisan masuk dalam pembahasan mawani’ul irs (penghalang-penghalang warisan).
Penghalang yang dimaksud disini adalah hal-hal tertentu yang menyebabkan
seseorang tidak mendapatkan warisan, padahal pada awal mulanya ia merupakan
orang-orang yang semestinya mendapatkan harta waris.
Orang
yang terhalang mendapatkan warisan disebut dengan mamnu’ al-irs atau mahjub bil
washfi (terhalang karena adanya sifat tertentu). Mereka adalah; pembunuh,
budak, murtad, dan orang yang berbeda
agama dengan orang yang meninggalkan harta warisnya. Berikut penjelasan singkat
ketiga kelompok manusia yang masuk dalam kategori mamnu’ al-irs tersebut:
a)
Pembunuh (القاتل)
Orang yang membunuh
salah satu anggota keluarganya maka ia tidak berhak mendapatkan harta warisan
dari yang terbunuh. Dalam salah satu qaidah fiqhiyyah dijelaskan:
من استعجل بالشيئ
عوقب بحرمانه
Artinya:”Barangsiapa yang tegesa-gesa untuk mendapatkan
sesuatu, maka ia tidak diperbolehkan menerima sesuatu tersebut sebagai bentuk
hukuman untuknya.”
Rasulullah
dalam salah satu sabdanya, menegaskan bahwa seorang pembunuh tidak akan
mewarisi harta yang terbunuh. Beliau bersabda:
ليس للقاتل من
الميراث شيئ
Artinya:”Seorang
pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sedikitpun (dari yang terbunuh)
Dalam masalah tidak berhaknya
pembunuh mendapatkan harta warisan yang terbunuh, sebagain ulama memisahkan
sifat pembunuhan yang terjadi. Jika pembunuhan yang dilakukan masuk dalam
kategori sengaja, maka pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sepeser pun
dari korban. Adapun jika pembunuhannya bersifat tersalah maka pelakunya tetap
mendapatkan harta waris. Pendapat ini dianut oleh imam Malik bin Anas dan
pengikutnya.
b)
Budak (العبد)
Seseorang yang berstatus
sebagai budak tidak berhak mendapatkan harta warisan dari tuannya. Demikian
juga sebaliknya, tuannya tidak berhak mendapatkan warisan dari budaknya karena
ia memang orang yang tidak mempunyai hak milik sama sekali. Terkait dengan hal
ini Allah berfirman:
ضرب الله مثلا عبدا
مملوكا لا يقدر على شيئ
Artinya: “Allah
membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
bertindak terhadap sesuatupun.” (QS.
An-Nahl: 75)
c)
Orang murtad
Murtad artinya keluar dari
agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang
beragama Islam. Demikian juga sebaliknya. Rasulullah Saw bersabda:
لا يرث المسلم الكافر
و لا يرث الكافر المسلم
Artinya:”Orang islam tidak bisa mendapatkan harta
warisan dari oran kafir, dan orang kafir juga tidak bisa mendapatkan harta
warisan dari seorang muslim.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
d)
Perbedaan Agama (اختلاف
الدين)
Orang Islam tidak dapat
mewarisi harta warisan orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian
juga sebaliknya. Dalil syar’i terkait hal ini adalah hadits yang telah kita
pelajari sebelumnya bahwa seorang muslim tidak akan menerima warisan orang
kafir, sebagaimana juga orang kafir tidak akan menerima warisan orang muslim.
- Ahli waris yang tidak bisa gugur haknya
Sebagaimana maklum adanya,
dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang terhalang
mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain ada juga
yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang
lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan
tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada. Mereka adalah:
- Anak laki-laki (ابن)
- Anak perempuan (بنت)
- Bapak (أب)
- Ibu (أم)
- Suami (زوج)
- Istri (زوجة)
- Permasalahan Ahli Waris
- Klasifikasi Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang
yang berhak menerima harta warisan baik laki-laki maupun perempuan. Selain
beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalang,
diantara mereka ada yang disebut dengan beberapa pengistilahan berikut:
- Dzawil furudh yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu,
- Ashobah yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta warisan,
- Mahjub yaitu ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena adanya ahli waris yang lain
ü Ahli waris ditinjau dari sebab-sebab penstatusan mereka
menjadi ahli waris dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut:
1) Ahli waris Sababiyah
Yaitu orang yang berhak
menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang
meninggal yaitu suami atau istri.
2) Ahli waris Nasabiyah
Yaitu orang yang berhak
menerima bagian harta warisan karena hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal.
Ahli waris nasabiyah ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a) Ushulul Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek,
dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas).
b) Furu’ul Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke
bawah (garis keturunan ke bawah).
c) Al Hawasyis, yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak
mereka (garis keturunan ke samping)
ü Adapun ditinjau dari segi jenis kelaminnya, ahli waris
dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
Yang termasuk ahli waris
laki-laki ada lima belas orang, yaitu:
1. Suami (زوج)
2. anak laki-laki (ابْن)
3. cucu laki-laki (اِبْنُ
الاِبْنِ)
4. bapak (أَبٌ)
5. kakek dari bapak ( أبُوْ
الاَبِ)
sampai ke atas (جَدُّ
الْجَدِّ جَدُّ الاَبِ)
6. saudara laki-laki kandung أَخُ
الأَبْوَيْنَ)
7. saudara laki-laki seayah (أَخُ
الأَبِ)
8. saudara laki-laki seibu (أَخُ
الأُمِّ)
9. anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (إِبْنُ
الأَخِ لِلأَبَوَيْنِ)
10. anak laki-laki saudara laki-laki seayah (اِبْنُ
الأَخِ لِلأِبِ)
11. paman sekandung dengan bapak (عَمُّ
لِلأَبَوَيْنِ)
12. paman seayah dengan bapak (عَمُّ
لِلأَبِ)
13. anak laki-laki paman sekandung dengan bapak (إِبْنُ
الْعَمِّ لِلأَبَوَيْنِ)
14. anak laki-laki paman seayah dengan bapak(إِبْنُ
الْعَمِّ لِلأَبِ)
15. orang yang memerdekakan(الْمُعْتِقْ)
Jika semua ahli waris laki-laki
di atas ada semua, maka yang mendapat warisan adalah suami, anak laki-laki, dan
bapak, sedangkan yang lain terhalang مَحْجُوْب
Adapun ahli waris perempuan
yaitu :
1. Istri ( زوجة)
2. Anak perempuan ( بنت)
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki ( بنت
الإبن)
4. Ibu (الام )
5. Nenek dari ibu (جدة
/ أم الام)
6. Nenek dari bapak (أم
الاب)
7. Seudara perempuan kandung (أخت
الابوبين)
8. Saudara perempuan seayah
(أخت الأب)
9. Saudara perempuan seibu
(أخت للأم)
10. Orang perempuan yang memerdekakanمُعْتِقَة
Jika ahli waris perempuan ini
semua ada, maka yang mendapat bagian harta warisan adalah : istri, anak
perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan
kandung.
Selanjutnya, jika seluruh ahli
waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat bagian adalah
suami/istri, Bapak/ibu dan anak ( laki-laki dan perempuan ).
- Furudhul Muqaddarah
Yang dimaksud dengan furudhul
muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan al-Qur’an bagi
beberapa ahli waris tertentu. Bagian-bagian tertentu tersebut ada 6 yaitu:
1) ½ (اَنِّصْفَ)
2) ¼ (اَلرُّبْعُ)
3) 1/8 (اَلثُّمْنُ)
4) 1/3 (اَلثُّلُثُ )
5) 2/3 (اَلثُّلُثَانِ)
6) 1/6 (السدس)
- Dzawil Furudz
Dzawil furudh adalah beberapa
ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas.
Mereka diistilahkan juga dengan ashabul furudh.
Adapun rincian bagian-bagian
tertentu tersebut sebagaimana dipaparkan dalam al-Qur’an adalah:
1) Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada
lima ahli waris, yaitu:
a) Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki.
Berdasarkan firman Allah :
“Jika anak
perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh 1/2 harta.” (QS. An Nisa/4 : 11)
b) Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada
:
• anak laki-laki;
• cucu laki-laki dari anak laki-laki;
c) Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
• Anak laki-laki atau anak perempuan;
• Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
• Bapak;
• Kakek ( bapak dari bapak );
• Saudara laki-laki sekandung.
Firman Allah SWT :
”Jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :176 )
d) Saudara perempuan seayah tunggal, dan jika tidak ada :
• Anak laki-laki atau anak perempuan;
• Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
• Bapak;
• Kakek ( bapak dari bapak );
• Saudara perempuan sekandung.
• saudara laki-laki sebapak.
“Dan bagi orang yang meninggalkan saudara
perempuan maka ia mendapat bagian 1/2 dari harta warisan”. (QS. An Nisa/4: 175)
.
e) Suami, jika tidak ada
:
• anak laki-laki atau perempuan
• cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
“Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak”(Q.S. An-Nisa’/4 :12 )
2) Ahli waris yang mendapat bagian 1/4
a) Suami, jika ada :
• anak laki-laki atau perempuan
• cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
فإن كان لهن ولد فلكم
الربع مما تركن (النساء : 12)
“Apabila istri-istri kamu itu mempunyai anak maka kamu
memperoleh seperempat harta yang ditinggalkan” (Q.S, an-Nisa/4 : 12)
b) Istri (seorang atau lebih), jika ada :
• anak laki-laki atau perempuan
• cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
ولهن الربع مما تركتم
إن لم يكن لكم ولد (النساء:
12)
“Dan bagi
istri-istrimu mendapat seperempat dari harta yang kamu tinggalkan apabila kamu
tidak meninggalkan anak”. (Q.S. An-Nisa’/4: 12)
3) Ahli waris yang mendapat bagian 1/8
Ahli waris yang mendapat bagian
1//8 adalah istri baik seorang atau lebih, jika ada :
• anak laki-laki atau perempuan
• cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
فإن كان لكم ولد فلهن
الثمن مما تركتم (النساء: 12)
“Apabila kamu
mempunyai anak, maka untuk istri-istrimu itu seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan “. (Q.S.An-Nisa’/4 : 12)
4) Ahli waris yang mendapat bagian 2/3
Dua pertega ( 2/3) dari harta
pusaka menjadi bagian empat orang :
a) Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak
mempunyai saudara laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كن نساء فوق
اثنتين فلهن ثلثا ما ترك
Artinya:“Jika anak itu semua perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”(Q.S.
An-Nisa’ /4 : 11 )
b) Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika
tidak ada anak perempuan atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c) Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih, jika tidak
ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudara
laki-laki kandung.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كانتا اثنتين
فاهما الثلثان مما ترك
Artinya:“Tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta
yang ditinggalkannya oleh yang meninggal.”(Q.S. An-Nisa’/4 : 176 )
d) Dua orang perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada anak
atau cucu dari anak laki-laki dan saudara laki-laki seayah.
5) Ahli waris yang mendapat bagian 1/3
a) Ibu, jika yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu dari
anak laki-laki atau saudara-saudara.
فإن لم يكن له ولد
وورثه أبواه فلأمه الثلث
Artinya:“jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), Maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya
mendapat seperenam”. (QS. An Nisa : 11).
b) Dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan
yang seibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كانوا أكثر من
ذالك فهم شركاء فى الثلث
Artinya:“Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu”. (Q.S. An-Nisa’/4 : 12
6) Ahli waris yang mendapat bagian 1/6
Bagian seperenam (1/6) dari
harta pusaka menjadi milik tujuh orang :
a) Ibu, jika yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari
anak laki-laki atau dua orang atau lebih dari saudara laki-laki atau perempuan.
b) Bapak, bila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari
anak laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
ولأبويه لكل واحد
منهما السدس مما ترك إن كان له ولد
Artinya:“Dan untuk
dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak”.(Q.S. an-Nisa’/4:11)
( Q.S An-Nisa’/4 : 11 )
c) Nenek (Ibu dari ibu atau ibu dari bapak), bila tidak ada
ibu. Dalil syar’i yang terkait dengan hal ini adalah, hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i:
أن النبي ص.م. جعل
للجدة إذا لم يكن دونها أم (رواه أبو داود و النسائى)
“Bahwasanya Nabi SAW. telah memberikan bagian seperenam kepada
nenek, jika tidak terdapat (yang menghalanginya), yaitu ibu”.(H.R. Abu Dawud
dan Nasa’i )
d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih, jika
bersama-sama seorang anak perempuan.
Dalil syar’i yang terkait dengan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh
imam Bukhari:
قضى النبي ص.م. السدس
لبنت الابن مع بنت الصلب (رواه البخاري)
Artinya:“ Nabi SAW.
telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan dari anak laki-laki,
jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari ).
e) Kakek, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari
anak laki-laki, dan tidak ada bapak.
f) Seorang saudara seibu (laki-laki atau perempuan), jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau
cucu dari anak laki-laki dan bapak.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
وله أخ أو أخت فلكل
واحد من منهما السدس
Artinya:“Tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja, atau saudara perempuan seibu
saja, maka bagi masing-masing kedua saudara ibu seperenam harta”. ( Q.S.
An-Nisa’/4 : 12 )
g) Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika yang
meninggal dunia mempunyai saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara
laki-laki sebapak.
Ahi waris yang tergolong dzawil
furudz dan kemungkinan bagian masing-masing adalah sebagai berikut :
1) Bapak mempunyai tiga kemungkinan;
a) 1/6 jika bersama anak laki-laki.
b) 1/6 dan ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki.
c) ashabah jika tidak ada anak.
2) Kakek (bapak dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan
a) 1/6 jika bersama anak laki-laki atau perempuan
b) 1/6 dan ashabah jika
bersama anak laki-laki atau perempuan
c) Ashabah ketika tidak ada anak atau bapak.
d) Mahjub atau terhalang jika ada bapak.
3) Suami mempunyai dua kemungkinan;
a) 1/2 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b) 1/4 jika yang meninggal mempunyai anak.
4) Anak perempuan mempunyai tiga kemungkinan;
a) 1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak laki-laki.
b) 2/3 jika dua orang atau lebih dan jika tidak ada anak
laki-laki.
c) menjadi ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki.
5) Cucu perempuan dari anak laki-laki mempunyai 5 kemungkinan;
a) 1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki
dari anak laki-laki.
b) 2/3 jika cucu perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak
ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c) 1/6 jika bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada
anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
d) menjadi ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki.
e) Mahjub/terhalang oleh dua orang anak perempuan atau anak
laki-laki.
6) Istri mempunyai dua kemungkinan;
a) 1/4 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b) 1/8 jika yang meninggal mempunyai anak.
7) Ibu mempunyai tiga kemungkinan;
a) 1/6 jika yang meninggal mempunyai anak.
b) 1/3 jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang
saudara.
c) 1/3 dari sisa ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu
dan bapak, atau istri, ibu dan bapak.
8) Saudara perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan
a) 1/2 kalau ia seorang saja.
b) 2/8 jika dua orang atau lebih.
c) ashabah kalau bersama anak perempuan.
d) Mahjub/tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu
laki-laki.
9) Saudara perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan
a) 1/2 jika ia seorang saja.
b) 2/3 jika dua orang atau lebih.
c) ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
d) 1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung.
e) Mahjub/terhalang oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu
laki-laki atau saudara laki-laki kandung atau saudara kandung yang menjadi
ashabah.
10) Saudara perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan.
a) 1/6 jika seorang, baik laki-laki atau perempuan.
b) 1/3 jika ada dua orang atau lebih baik laki-laki atau
permpuan.
c) Mahjub/terhalang oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu
laki-laki, ayah atau nenek laki-laki.
11) Nenek (ibu dari ibu) mempunyai dua kemungkinan
a) 1/6 jika seorang atau lebih dan tidak ada ibu.
b) Mahjub/terhalang oleh ibu.
- ’Ashabah
Menurut bahasa ashabah adalah
bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab.
Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan
tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada
ahli waris dzawil furudz.
Ahli waris yang menjadi ashabah
mempunyai tiga kemungkinan:
Pertama; mendapat seluruh harta
waris saat ahli waris dzawil furudh tidak ada
Kedua: Mendapat sisa harta
waris bersama ahli waris dzawil furudz saat ahli waris dzawil ada
Ketiga: Tidak mendapatkan sisa
harat warisan karena warisan telah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil
furudz.
Di dalam istilah ilmu faraidh,
macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu :
1) ‘Ashabah Binnafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa
harta warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang
masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu:
a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki
c) Ayah
d) Kakek
e) Saudara kandung laki-laki
f) Sudara seayah laki-laki
g) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
h) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i) Paman kandung
j) Paman seayah
k) Anak laki-laki paman kandung
l) Anak laki-laki paman seayah
m) Laki-laki yang memerdekakan budak
Apabila semua ashabah ada, maka
tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang
(para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal. Jadi,
penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di atas.
Jika ahli waris yang
ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka
mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak
laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan. Firman Allah dalam
al-Qur’an :
يوصيكم الله فى أولادكم
للذكر مثل حظ الأنثين
Artinya: “Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan”.
(Q.S.An-Nisa’/4 : 11)
2) Ashabah Bilghair yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika
bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa
oleh laki-laki yang setingkat ).
Berikut keterangan lebih lanjut
terkait beberapa perempuan yang menjadi ashabah dengan sebab orang lain:
a) Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi ‘ashabah
b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik
saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
c) Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya
yang perempuan menjadi ‘ashabah.
d) Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya
yang perempuan menjadi ‘ashabah.
Ketentuan pembagian harta waris
dalam ashabah bil ghair,“bagian pihak laki-laki (anak, cucu, saudara laki-laki)
dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara perempuan)”.
Allah berfirman adalam
al-Qur’an :
و إن كانوا إخوة
رجالا و نساء فللذكر مثل حظ الأنثيين
Artinya:“Jika
mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan”. (.Q.S, An-Nisa’ /4 : 176 )
3) ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu
ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan
lain. Mereka adalah :
a) Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan
anak perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
b) Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak
perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.
- Hijab
Hijab adalah penghapusan hak
waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta
warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya (hubungannya)
dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua
macam :
1) Hijab hirman yaitu
penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya
dengan orang yang meninggal. Contoh cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak
mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
2) Hijab nuqshon yaitu
pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang
membersamai. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi kala yang meninggal mempunyai anak atau cucu atau beberapa
saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Dengan
demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut
mahjub hirman, ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang
disebut mahjub nuqshan. Ahli waris yang
terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap
akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli
waris dekat yang disebut al-aqrabun. Mereka terdiri dari : Suami atau istri,
Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah dan ibu.
ü Ahli waris yang terhalang :
Berikut di bawah ini ahli waris
yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya
dengan yang meninggal. Mereka adalah:
1) Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika
ayah masih hidup maka kakek tidak mendapat bagian.
2) Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3) Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh
ibu
4) Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak
laki-laki
5) Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki dari anak laki-laki
c) ayah
6) saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) ayah
7) saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh
:
a) anak laki-laki
b) anak laki-laki dan anak laki-laki
c) ayah
d) saudara kandung laki-laki
e) saudara kandung perempuan
f) anak perempuan
g) cucu perempuan
8) saudara seibu laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh
:
a) anak laki-laki atau perempuan
b) cucu laki-laki atau
perempuan
c) ayah
d) kakek
9) Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki
terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
10) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
11) Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang
oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
12) Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh
:
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
13) Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
14) Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
15) Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak
bersaudara laki-laki yang menjadikan dia sebagai ashabah
4. Tata Cara dan Pelaksanaan Pembagian Warisan
a. Langkah-langkah sebelum pembagian harta warisan
Sebelum membagi harta warisan,
terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris.
Hal pertama yang perlu dilakukan saat membagi harta warisan adalah menentukan
harta warisan itu sendiri, yakni harta pribadi dari orang yang meninggal, bukan
harta orang lain. Setelah jelas harta warisannya, para ahli waris harus
menyelesaikan beberapa kewajiban yang mengikat muwaris, antara lain:
a. Biaya Perawatan
jenazah
b. Pelunasan utang piutang
1. Hutang kepada
Allah, misalnya, zakat, ibadah haji, kafarat dan lain sebagainya.
2. Hutang kepada manusi baik berupa uang atau
bentuk utang lainnya.
c. Pelaksanaan wasiat
Wajib menunaikan seluruh wasiat
muwaris selama tidak melebihi sepertiga dari jumlah seluruh harta peninggalan,
meskipun muwaris menghendaki lebih. Dalam surat An-Nisa ayat 12 Allah
berfirman:
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوْصُوْنَ
بِهَا أَوْ دَيْنِ
“Sesudah dipenuhi wasiat dan
sesudah dibayar utangnya” (QS. An Nisa : 12).
b. Menetapkan ahli waris yang mendapat bagian
Pada uraian di muka sudah
diterangkan tentang ketentuan bagian masing-masing ahli waris. Di antara mereka
ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan
tersebut adalah bilangan pecahan.
Cara pelaksanaan pembagian
warisannya adalah dengan cara menetukan dan mengidentifikasi ahli waris yang
ada. Kemudian menentukan di antara mereka yang termasuk :
• Ahli warisnya yang meninggal;
• Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab tertentu,
seperti membunuh, perbedaan agama, dan menjadi budak.
• Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat
hubungannya dengan yang meninggal;
• Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan.
Cara pelaksanaan pembagian
: jika seorang mendapat bagian 1/3 dan
mendapat bagian ½, maka pertama-tama kita harus mencari KPK ( Kelipatan
Persekutuan Terkecil) dari bilangan tersebut. KPK dari kedua bilangan tersebut
adalah 6, yaitu bilangan yang dapat dibagi dengan angka 3 dan 2.
Contoh : Seorang meninggal ahli
waris terdiri dari ibu, bapak, suami, seorang anak laki-laki dan anak
perempuan, kakek dan paman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar