BAB I
HUKUM JINAYAT
KOMPETENSI INTI
1.
Kompetensi Inti
(KI 1):
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama
yang dianutnya
2.
Kompetensi Inti
(KI 2)
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,
disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong,kerja sama, toleran, damai),santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia
3.
Kompetensi Inti
(KI 3):
Memahami, menerapkan, dan menganalisis
pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni,budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedur al pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah
4.
Kompetensi Inti
(KI 4):
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi
Dasar(KD)
1.1
Meyakini hikmah syariat Islam tentang hukum jinayat.
1.2
Menunjukkan sikap adil dan tanggung jawab dalam penerapan
materi hukum jinayat.
1.3
Menjelaskan ketentuan Allah tentang jinayat dan hikmahnya.
1.4
Menunjukkan contoh-contoh pelanggaran yang terkena ketentuan
jinayat.
Tujuan
Pembelajaran
1.
Siswa dapat Menunjukkan sikap
adil dan tanggungjawab dalam penerapan materi hukum jinayat.
2.
Siswa dapat menjelaskan ketentuan Allah tentang jinayat dan hikmahnya.
3.
Siswa dapat menunjukkan contoh tindak jinayat dan konsekuensi yang
didapatkan oleh pelaku tindak jinayat.
PENDAHULUAN
Pembunuhan dapat terjadi dimana-mana dengan motif yang beraneka
ragam. Berapa banyak jiwa yang telah melayang pada setiap tahunnya. Pembunuhan
sering terjadi di negeri ini, baik itu dengan sengaja atau tidak, dengan alat
yang mematikan atau tidak.
Dengan hukum yang ada saat ini pembunuh seakan tidak jera. Kita
bisa mencermati betapa banyak kasus pembunuhan yang terjadi tanpa adanya
penyelesaian hukum secara proporsional. Jika nilai-nilai hukum Islam digunakan
di negara ini, sudah bisa dipastikan kasus pembunuhan dan berbagai tindak
pidana lain bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Agama yang
memberikan kedamaian, ketentraman dan keselamatan bagi para pemeluknya. Islam
melarang praktik pembunuhan dengan cara apapun.Namun karena kurangnya kesadaran
dalam diri manusia, perbuatan tersebut terjadi dimana-mana.
Dalam ilmu fiqih pembahasan mengenai tindak pidana kejahatan
beserta sangsi hukumannya disebut dengan istilah jarimah atau uqubah.
Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu jinayat dan hudud. Jinayat membahas tentang
pelaku tindak kejahatan beserta sangsi hukuman yaqng berkaitan dengan
pembunuhan yang meliputi qishash, diyat dan kaffarah. Sedangkan Hudud membahas
tentang pelaku tindak kejahatan selain pembunuhan yaitu masalah penganiayaan
beserta sangsi hukumannya yang meliputi zina, qadzaf, mencuri, miras, menyamun,
merampok, merompak dan bughah.
Dalam bab ini akan dibahas hukum pembunuhan dan hikmahnya,
ketentuan hukum islam tentang qishash dan hikmahnya, ketentuan hukum islam
tentang diyat, kiffarah dan hikmahnya, serta contoh-contoh qishash, diyat dan
kaffarah.
A.
MENGAMATI
amati
gambar berikut ini!
Setelah Anda
mengamati 2 gambar disamping buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1.
…………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2.
…………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3.
……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..
|
B.
MENANYA
-
Menurut kalian
apakah hukum jinayat secara perepektif islam bisa diaplikasikan di Indonesia?
Jelaskan alasan kalian!
-
Sebutkan minimal 2
alasan, mengapa pelaku tindak jinayat perlu dihukum?
-
Apakah hukuman yang
paling tepat bagi seorang pelaku tindak jinayat yang terus-menerus melakukan
tindak jinayat?
C.
MATERI / EKSPLORASI
BAB I
JINAYAH DAN
HIKMAHNYA
Dalam ilmu fiqih persoalan – persoalan mengenai perbuatan
kejahatan dan sangsi hukum yang dikenakan terhadap pelakunya dibicarakan dalam
bab jarimah atau uqubah. Jarimah menjangkau dua kelompok pembahasan yaitu
jinayah dan hudud. Jinayah yaitu pembahasan mengenai tindak kejahatan
pembunuhan dan penganiayaan serta sangsi hukumnya seperti qishash, diyat dan
kaffarah. Sedangkan hudud membahas tentang
tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan seperti berzina, qadzaf,
mencuri, merampok dan lain – lain serta sangsi hukum yang dikenakan atas pelaku
– pelaku kejahatan tersebut.
I. JINAYAH
1. PEMBUNUHAN
a.
Pengertian Pembunuhan
Membunuh
artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan
menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan.
b. Macam –
macam Pembunuhan
Pembunuhan
dibedakan menjadi tiga yaitu pembunuhan sengaja (قَتْلُ
عَمْدٍ), pembunuhan seperti
sengaja (قَتْلُ شِبْهِ عَمْدٍ ), dan Pembunuhan Tersalah (قَتْلُ خَطَإٍ)
1. Pembunuhan sengaja (قَتْلُ عَمْد)
yaitu pembunuhan terencana dengan menggunakan alat atau cara – cara yang
biasanya mematikan seseorang. Dalam konteks pembunuhan sengaja pelaku
pembunuhan harus sudah baligh, dan korban terbunuh adalah orang baik-baik yang
terjaga darahnya.
Contoh
: Seseorang merencanakan pembunuhan terhadap temannya karena dendam dan pada
suatu hari niat tersebut benar – benar dilakukannya dengan cara meracun korban
hingga mati.
2. Pembunuhan seperti
sengaja (قَتْلُ شِبْهِ عَمْدٍ) yaitu satu perbuatan yang dilakukan seseorang tanpa didasari
niat membunuh, dengan alat yang tidak mematikan, akan tetapi menyebabkan
kematian orang lain. Contoh : Seseorang yang dengan sengaja memukulkan sapu
kepada temannya, dan akibat perbuatan tersebut temannya mati.
3. Pembunuhan tersalah (قَتْلُ خَطَإٍ
) yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan. Pertama;
salah dalam perbuatan, kedua; salah dalam maksud, ketiga;
kelalaian. Contoh pembunuhan tersalah sebagaimana berikut;
Pemburu yang membidikkan senapannya kepada binatang, akan tetapi targetnya melesat dan mengenai seseorang
hingga meninggal. Kesalahan ini disebut salah dalam perbuatan.
Seseorang menembak orang lain yang ia sangka
musuh dalam peperangan hingga mati, dan ternyata korban terbunuh adalah
kawannya sendiri. Kesalahan seperti ini
disebut salah dalam maksud.
Seseorang yang terjatuh dari tangga dan
menimpa bayi yang berada di bawahnya
hingga mati. Perbuatan ini masuk dalam kategori kelalaian.
c. Dasar Hukum
Larangan Membunuh
Membunuh
adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam menghormati dan
melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT :
وَلَا تَقْتُلُوْاالنَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar” (QS. Al Isra :
33)
d. Hukuman bagi
pelaku pembunuhan
Orang
yang membunuh setidaknya telah melangggar tiga macam hak, yaitu; hak Allah, hak
ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan
kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau dimaafkan. Jika
pembunuh dimaafkan, maka wajib baginya membayar diyat kepada ahli waris korban.
Sedangkan
mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh akan
dimaafkan Allah karena telah melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat
kelak.
Berikut
keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.
1.
Pembunuhan sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku
harus dibunuh. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban
tidak diperbolehkan main hakim sendiri.
Jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan, maka hukumannya
adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta
pembunuh dan dibayarkan secara tunai. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan
kaffarah.
2.
Pembunuhan seperti sengaja
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak diqishash. Ia dihukum
dengan membayar diyat mughaladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta
keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada
keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus
melaksanakan kaffarah. Nabi bersabda :
مَنْ قَتَلَ مُتَعَمِّدًا دُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ.
فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا، وَ إِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَ هِيَ
ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ ثَلَاثُوْنَ جَدْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً ( رواه
الترمذي )
Artinya : “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan
kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, mereka
dapat mengambil qishash. Dan jika mereka menghendaki (tidak mengambil qishash)
mereka dapat mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor
khilfah” (H.R. Turmudzi)
Hadits
Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku
tindak pembunuhan sengaja (yang dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak
pembunuhan semi sengaja.
3.
Pembunuhan tersalah
Hukuman
bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang
diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap
selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah
Saw bersabda:
دِيَةُ الْخَطَاءِ أَخْمَاسًا عِشْرُوْنَ حِقَّةً، وَ
عِشْرٌوْنَ جَذَعَةً، وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ، وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ
لَبُوْنٍ، وَ عِشْرُوْنَ ابْنَ لَبُوْنٍ (رواه الدار قطنى)
Artinya: “Diyat khoto’ itu terdiri dari
5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur limat
tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua
tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.” (H.R. Darul Quthni)
Selain itu
pembunuh juga harus melaksanakan kifarat. Firman Allah SWT :
…وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَئًا فَتَحْرِيْرُ
رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ…
Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena
tersalah (hendaklah) ia harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)” (QS.
Annisa: 92)
e. Pembunuhan
secara berkelompok ( قَتْلُ الْجَمَاعَةِ
عَلَى وَاحِدٍ )
Apabila sekelompok orang secara bersama–sama membunuh
seseorang, maka mereka harus diqishash. Hal ini disandarkan pada
pernyataan Umar bin khattab terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang
diriwayatkan imam Syafi’i berikut;
عَنْ سَعِيْدِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَتَلَ خَمْسَةً أَوْسِتَّةً قَتَلُوْا رَجُلًا غِيْلَةً بِمَوْضِعٍ خَالٍ،
وَقَالَ: لَوْ تَمَالَأَ عَلَيْهِ أَهْلُ صَنْعَاءَ لَقَتَلْتُهُمْ بِهِ
جَمِيْعًا. (رواه الشّافعي)
Artinya : “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah menghukum
bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki – laki secara
dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : Seandainya semua
penduduk sun’a secara bersama – sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh semua.”
(Diriwayatkan asy-Syafi’i)
f. Hikmah
larangan membunuh
Islam
menerapkan hukuman yang tepat guna memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa
manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan qishash di dunia dan neraka
jahannam di akhirat. Diantara dalil yang
menjelaskan tentang hukuman bagi pembunuh adalah:
Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat
93:
مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا
فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَ غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَ لَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا
Artinya: “Dan barang siapa membunuh
seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal
di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang
besa baginya.”(Q.S. an-Nisa’: 93)
Sabda
Rasulullah Saw:
الْعَمْدُ قَوَدٌ إِلَّا أَنْ يَعْفُوَ
وَلِيُّ الْمَقْتُوْلِ
Artinya: “Pembunuhan sengaja
(hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali korban memaafkan.”(H.R. Abu
Dawud)
Hukuman berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak
seorangpun berani menghilangkan nyawa orang lain, hingga rasa aman dan tentram
akan dirasakan semua elemen masyarakt tanpa terkecuali.
II. PENGANIAYAAN
a. Pengertian penganiayaan
Yang dimaksud penganiayaan disini adalah perbuatan
pidana (tindak kejahatan), yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan
fungsi anggota tubuh.
b. Macam – macam penganiayaan
Penganiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu
penganiayaan berat dan penganiayaan ringan
Pertama: Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagian badan
yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut, seperti
memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta dan lain sebagainya
Kedua: Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian badan yang tidak
sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat
ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.
c. Dasar hukuman tindak aniaya
Perbuatan menganiaya orang lain tanpa alasan yang
dibenarkan dalam Islam dilarang. Larangan berbuat aniaya ini sama dengan
larangan membunuh orang lain tanpa dasar. Allah berfirman dalam surat surat
al-Maidah ayat 45:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ
النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ
وَاْلأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌ
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya
(At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka – lukapun ada
qishashnya.” (Q.S. al-Maidah: 45)
III. QISHASH
a.
Pengertian qishash
Menurut
syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan
maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang
dilakukan dengan sengaja.
b. Macam –
macam qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka
qishash dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Qishash pembunuhan (yang merupakan
hukuman bagi pembunuh).
2.
Qishash
anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana melukai,
merusak atau menghilangkan manfaat / fungsi anggota badan).
c. Hukum
qishash
Hukuman
mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan,
dijelaskan dalam al – qur’an surat Al Maidah: 45:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَاْلأُذُنَ بِالْأُذُنِ
وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌج فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ج وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya
(At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka – lukapun ada
qishashnya. Barang siapa melepaskan ( hak qishashnya ) akan melepaskan hak itu
( menjadi ) penebus dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang – orang yang
dzalim.” (QS. Al – Maidah : 45 )
d. Syarat –
syarat qishash
Hukum qishash wajib dilakukan
apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:
1. Orang yang terbunuh terpelihara
darahnya (orang yang benar-benar baik). Jika seorang mukmin membunuh orang
kafir, orang murtad, pezina yang sudah pernah menikah, ataupun seorang
pembunuh, maka dalam hal ini hukuman qishash tidak berlaku. Rasulullah Saw
bersabda:
لَايُقْتَلُ
مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ (رواه البخاري)
Artinya : “Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh orang
kafir.” ( HR. Bukhari)
Hadits
di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang kafir tidak
diqishash. Pun demikian, harus dipahami bahwa orang kafir terbagi menjadi dua; pertama;
kafir harby, dan kedua; kafir dzimmi.
Kafir harby adalah kelompok kafir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan muslimin hingga sampai
pada tahapan “memerangi”. Seorang muslim yang membunuh kelompok kafir ini tidak
diqishash dan tidak dikenai hukuman apapun.
Adapun kafir dzimmi adalah kelompok kafir
yang berada di bawah kekuasaan
penguasa muslim dan berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin.
Penguasa muslim berhak menghukum seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi.
Semakin jelas disini, bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai
siapapun, termasuk juga kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat
menghancurkan dinul Islam dan mendzalimi kalangan muslimin.
2. Pembunuh sudah baligh dan
berakal, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ ص.م. قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ
عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَ عَنِ الصَّغِيْرِ حَتَّى
يَكْبَرَ وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيْقَ (رواه أحمد و أبو
داود)
Artinya : “Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: terangkat
hukum (tidak kena hukum) dari tiga orang yaitu; orang tidur hingga ia bangun,
anak – anak hingga ia dewaasa, dan orang gila hingga ia sembuh dari gilanya.”
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
3. Pembunuh bukan bapak (orang tua)
dari terbunuh.
Jika seorang bapak (orang tua)
membunuh anaknya maka ia tidak diqishash.
Rasulullah
Saw bersabda:
لَا يُقْتَلُ وَالِدٌ بِوَلَدِهِ (رواه أحمد و
الترمذي)
Artinya: “Tidak dibunuh seorang bapak (orang tua) yang
membunuh anaknya.” (H.R. Ahmad dan Turmudzi)
Umar bin Khattab dalam satu kesempatan juga berkata:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ قَالَ: لَا يُقَاصُ الْوَالِدُ
بِالْوَلَدِ (رواه الترميذي)
Artinya : “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Tidak boleh bapak (orang tua)
diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Turmudzi).
Dalam
hal ini hakim berhak menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang tua tersebut,
semisal mengasingkannya dalam rentang waktu tertentu atau hukuman lain yang
dapat membuatnya jera.
Adapun
jika seorang anak membunuh orang tuanya maka ia wajib diqishash.
4. Orang yang dibunuh sama
derajatnya dengan orang yang membunuh, seperti Islam dengan Islam, merdeka
dengan merdeka dan hamba dengan hamba. Allah berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمنواكُتِبَ عَلَيْكُمُ اْلقِصَاصُ فِي الْقَتْلَىصلى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَاْلأُنْثَى بِالْأُنْثَىج...
Artinya : “ Hai orang – orang yang beriman diwajibkan atas kamu
qishash berkenaan dengan orang – orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.’ (QS. Al – Baqarah : 178
)
5. Qishash dilakukan dalam hal yang
sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain sebagainya. Sebagaimana
firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 45 yang telah kita bahas kandungan
umumnya pada halaman sebelumnya :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَاْلأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ
وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌج ...
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya
(At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka – lukiapun ada
qishashnya.” (QS. Al – Maidah : 45 )
e. Hikmah
Qishash
Qishash
baik yang terkait pada al-jinayah ‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan)
ataupun al-jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang berupa
merusak anggota badan ataupun menghilangkan fungsinya) akan menimbulkan banyak
efek positif. Yang terpenting diantaranya adalah:
1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa neraca keadilan harus
ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan
jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan.
2. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash
orang akan berfikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan
ataupun penganiayaan. Disinilah qishash memiliki peran penting dalam menjauhkan
manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lain, hingga akhirnya
manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan keamanan, kedamaian
dan ketertiban.
3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya
pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar membantu
program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik kejahatan hingga
ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah tegaskan dalam
firman-Nya:
وَلَكُمْ
فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَأُولِى الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya : “ Dan dalam qishash itu ada jaminan (kelangsungan
hidup bagimu), hai orang – orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS. Al –
Baqarah : 179 ).
IV. DIYAT
a.
Pengertian Diyat
Diyat
adalah sejumlah harta yang wajib diberikan kepada pihak terbunuh atau
teraniaya. Maksud disyariatkannya diyat adalah mencegah praktik pembunuhan atau
penganiayaan terhadap seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan
perlindungan jiwa.
b. Sebab –
sebab ditetapkannya diyat
Diyat wajib dibayarkan karena
beberapa sebab berikut;
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan pihak terbunuh
(keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi wajib
baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2. Pembunuhan seperti sengaja.
3. Pembunuhan tersalah.
4. Pembunuh lari, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara
jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5. Qishash sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayah ‘ala ma
dunan nafsi (tindak pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau
menghilangkan fungsinya).
c. Macam –
macam Diyat
Diyat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1.
Diyat Mughalladzah atau denda berat.
Tekhnis
diyat mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri dari
30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ),
30 jadza’ah (unta
betina berumur 4-5 tahun ) dan
40
unta khilfah ( unta yang sedang bunting ).
Yang
wajib membayarkan diyat mughaladzah adalah:
A. Pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh
keluarga korban. Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan
dibayarkan secara kontan sebagai pengganti qishash.
Rasulullah
Saw bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُتَعَمِّدًادُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ
فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا وَإِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَهِيَ
ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ ثَلَاثُوْنَ جَذْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً. (رواه الترميذي)
Artinya : “ Barang siapa yang membunuh dengan sengaja,
(hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga korban, jika mereka
menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka tidak menghendaki (
mengambil qishash) , mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah ( unta
betina berumur 3-4 tahun ), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan
unta khilfah ( unta yang sedang bunting )”(HR.Turmudzi(.
B. Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus
pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan
diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap
tahunnya dibayar sepertiga.
C. Pelaku Pembunuhan di tanah haram (Mekkah), atau pada asyhurul
hurum (Muharram, Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan
seseorang terhadap mahramnya.
2.
Diyat Mukhaffafah atau denda ringan.
Diyat
mukhoffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta,
terdiri dari
20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4
tahun),
20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5
tahun),
20 unta binta makhath ( unta betina lebih
dari 1 tahun),
20 unta binta labun (unta betina umur lebih
dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2
tahun).
Yang
wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:
A. Pelaku pembunuhan tersalah, dengan tekhnis pembayaran diangsur
selama 3 tahun, setiap tahunnya
sepertiga dari jumlah diyat.
Rasulullah bersabda:
دِيَةُ الْخَطَأِ أَخْمَاسًا,
عِشْرُوْنَ حِقَّةً وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ
وَ عِشْرُوْنَ اِبْنَ لَبُوْنٍ. (رواه دارقطني)
Artinya : “ Diyat khatha’ diperincikan lima macam, yaitu 20 unta
hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta makhath ( unta betina lebih dari 1
tahun), 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta
ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) (HR.Daruquthni)
B. Pelaku tindak pidana yang berupa menciderai anggota tubuh, atau
menghilangkan fungsinya yang dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Jika diyat tidak bisa dibayarkan
dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan sesuatu yang seharga dengan
unta.
d. Diyat karena
kejahatan melukai atau memotong anggota badan
Aturan diyat untuk kejahatan melukai
atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut
penjelasan ringkasnya:
- Wajib membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan anggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki – laki) atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain – lain). Dalam hadits yang diriwayatkan Jabir Rasul saw bersabda:
وَفِى
الرِّجْلَيْنِ الدِّيَةُ (أخرجه أبو داود
و غيره)
Artinya
: “Pada (memotong) kedua kaki satu diyat penuh
Dalam
hadits lain Rasulullah Saw bersabda:
وَفِى
الْيَدَيْنِ الدِّيَةُ (أخرجه أبو داود و
غيره)
Artinya
: “Pada (memotong) kedua tangan satu diyat penuh
Kedua riwayat tersebut menegaskan bahwa pelaku tindak pidana
pemotongan anggota tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh
setelah korban atau keluarga korban memaafkannya. Jika korban ataupun keluarga
korban tak memaafkannya maka ia diqishash.
2. Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika
seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu
tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan
hal ini Rasulullah bersabda:
وَفِى
اْلأُذُنِ خَمْسُوْنَ مِنَ الْإِبِلِ. (رواه البيهقي)
Artinya : “Dalam merusak satu telinga wajib membayar 50 ekor
unta” (HR.Baihaqi dan Daruquthni)
3. Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan
sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.
4. Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain
hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
5. Wajib membayar 10 ekor unta bagi
seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari
tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).
6. Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang
lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor
unta).
Adapun
tekhnis pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia
bisa digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuan – ketentuan yang
belum ada aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
e. Hikmah Diyat
Hikmah terbesar ditetapkannya diyat
adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam
keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya
diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai 2
pilihan. Pertama; meminta qishash, kedua; memaafkan pelaku tindak pembunuhan
atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih
keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan
apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa
dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun
penganiayaan.
Walaupun secara manusiawi rasa sakit
hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya
diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal “untuk memaafkan
pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir
suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaafkan pelaku
tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
Sampai titik ini,
semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media syar’i efektif pencegah
pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban
terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
V. KAFFARAH
a.
Pengertian kaffarah
Kata
kaffarah merupakan redaksi hiperbolis (sighah mubalaghah) dari kata kufr
yang artinya tertutup. Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani
melakukan pelanggaran terhadap aturan syar’i.
Sedangkan
menurut makna terminologi (istilah) kaffarah adalah denda yang wajib dibayarkan
oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan
tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.
b. Macam-macam
kaffarah
Berikut penjelasan singkat macam-macam kaffarah:
1. Kaffarah Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa.
Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat.
Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain dihadapkan pada salah satu
dari 2 pilihan yaitu; dibunuh atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar
kaffarah.
Kaffarah bagi pembunuh
adalah memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan
selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana
diterangkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 92:
...وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ
رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَ دِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ
يَصَّدَّقُوْاج فَإِنْ كَانَ مِنْ
قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍصلىوَإِنْ
كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى
أَهْلِهِ وَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍصلىفَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللهِ...
Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (yang terbunuh) dari orang
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah
si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)
serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Basrang siapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut –
turut untuk penerimaan taubat dari Allah (QS.An – Nisa’ : 92)
2.
Kaffarah Dzihar
Dzihar adalah perkataan seorang
suami kepada istrinya,”Anti ‘alayya kadhohri ummi” (kau bagiku seperti
punggung ibuku). Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai thalaq. Akan
tetapi setelah syariah islamiyyah turun, ketetapan hukum dzihar yang berlaku di
kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa
dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku dzihar wajib menunaikan kaffarah dzihar
sebelum ia melakukan hubungan biologis dengan istrinya.
Kaffarah seorang suami yang
mendzihar istrinya adalah, memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu
melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan
berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia
mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.
3.
Kaffarah melakukan hubungan biologis di siang hari pada bulan Ramadhan
Kaffarah yang ditetapkan untuk
pasangan suami istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan
Ramadhan sama dengan kaffarah dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka
melakukan hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.
4.
Kaffarah karena melanggar sumpah
Kaffarah bagi seorang yang bersumpah
atas nama Allah kemudian ia melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin,
atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal
tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari
berturut-turut. Dalil naqli terkait hal ini adalah firman Allah ta’ala dalam
surat al-Maidah ayat 89.
5.
Kaffarah ila’
Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak
melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal
perkataan suami kepada istrinya,”Wallâhi lâ ujâmi’uka” (demi Allah aku
tidak akan menggaulimu). Konsekuensi yang muncul karena ila’ adalah suami
membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan kaffarah yamîn
(kaffarah melanggar sumpah).
6.
Kaffarah karena membunuh binantang buruan pada saat berihram.
Kaffarah jenis ini adalah mengganti
binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa.
Aturan kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.
c.
Hikmah Kaffarah
Secara umum, hikmah kaffarah
terangkum dalam 3 pointer berikut;
1. Menyadarkan
RANGKUMAN MATERI
an manusia bahwa ia telah berbuat dosa kepada Allah dan merugikan
manusia lainnya.
2. Menuntun manusia agar segera bertaubat kepada Allah atas tindak
maksiat yang ia lakukan hingga dosanya dileburkan Allah.
3. Menstabilakan mental manusia, hingga ia merasakan ketenangan
diri karena tuntunan agama (membayar kaffarah) telah ia tunaikan. Jinayah
adalah pembahasan mengenai tindak pidanan pembunuhan dan penganiayaan serta
sangsi hukumnya seperti qishash, diyat, dan kaffarah.
ü Pembunuhan adalah melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau
tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak.
ü Macam-macam pembunuhan ada 3, yaitu:
1.
Qatl ‘amd (pembunuhan sengaja).
2.
Qatl syibhi ‘amd (pembunuhan semi sengaja).
3.
Qatl khoto’ (pembunuhan tersalah).
Diantara teks syar’i yang menjelaskan tentang larangan membunuh
adalah Q.S. al-Isra’: 33.
ü Terkait dengan pembunuhan berkelompok, mereka yang membunuh
seseorang secara berkelompok maka semuanya harus diqishash.
ü Hikmah terbesar dari pengharaman praktik pembunuhan adalah;
memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia.
·
Jenis
jinayat yang kedua adalah penganiayaan. Secara umum penganiayaan dibagi menjadi
2, yaitu;
1.
Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai
atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi
anggota badan tersebut. Seperti; memukul tangan sampai patah, atau merusak mata
sampai buta dan sejenisnya.
2.
Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai
anggota tubuh orang lain yang menyebabkan luka ringan.
ü Dasar hukum larangan tindak aniaya adalah Q.S. al-Maidah; 45.
·
Qishash
adalah, hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun penganiayaan
yang dilakukan secara sengaja.
ü Dasar hukum qishash baik terkait dengan pembunuhan atau
penganiayaan ditegaskan dalam Q.S. al-Maidah; 45.
ü Syarat-syarat dilaksanakannya qishash adalah;
1.
Orang yang terbunuh terpelihara darahnya.
2.
Pembunuh sudah aqil baligh.
3.
Pembunuh bukan bapak (ortu) dari terbunuh.
4.
Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan
yang membunuh.
5.
Qishash dilakukan dalam hal yang sama. Jiwa
dengan jiwa, mata dengan mata dsb.
·
Diyat adalah sejumlah harta yang wajib
diberikan kepada pihak terbunuh atau teraniaya.
ü Sebab –sebab ditetapkannya diyat
1.
Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan
pihak terbunuh (keluarga korban).
2.
Pembunuhan semi sengaja.
3.
Pembunuhan tersalah.
4.
Pembunuh lari akan tetapi identitasnya
sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks ini diyat dibebankan kepada
keluarga pembunuh.
5.
Qishash sulit dilaksanakan (terkait dengan
tindak pidana penganiayaan).
ü Diyat terbagi menjadi dua macam. Diyat mughaladzah (berat) dan diyat
mukhaffafah (ringan).
1.
Diyat mughaladzah (berat) dengan membayar
100 ekor unta yang terdiri dari;
-
30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun).
-
30 jadz’ah (unta betina berumur 4-5 tahun).
-
40 khilfah (unta bunting).
2.
Diyat mukhaffafah (ringan) dengan membayar
100 ekor unta yang terdiri dari;
-
20 hiqqh (unta betina berumur 3-4 tahun).
-
20 jadz’ah (unta betina berumur 4-5 tahun).
-
20 binta makhodh (unta betina lebih dari 1
tahun).
-
20 binta labun (unta betina berumur lebih
dari 2 tahun).
-
20 ibna labun (unta jantan berumur lebih
dari 2 tahun).
·
Kaffarah secara istilah mempunyai makna
denda yang wajib dibayarkan seseorang yang telah melanggar larangan Allah
tertentu. Kaffarah merupakn tanda taubat kepada Allah.
ü Kaffarah pembunuhan adalah memerdekakan budak muslim. Jika hal tersebut
tidak mampu dilakukan, maka pilihan selanjutnya adalah puasa 2 bulan
berturut-turut.
ü Allah menerangka kaffaran pembunuhan dalam Q.S. an-Nisa’; 92.
oke. mantap
BalasHapusterima kasih makalahnya gan sangat membantu tugas saya
BalasHapus